Makna Lagu Tanduk Majeng (Madura)

Lagu sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat memiliki dimensi yang sangat kompleks. Dalam kehidupan masyarakat, aktivitas keseharian mereka dapat diekspresikan dalam lagu, sehingga kita dapat melihat banyak corak dan ragam lagu yang diciptakan berkaitan dengan aktivitas yang mengekspresikan mata pencaharian, ekspresi cinta dan kasih sayang, cinta tanah air, keagamaan, kekaguman pada alam, aktivitas politik, hubungan sosial dan lain sebagainya. Indonesia adalah Negara kepulauan dimana pulau-pulau terbentang dari sabang sampai merauke.Selain sebagai Negara Kepulauan,Indonesia juga dapat dikategorikan sebagai Negara maritim,memiliki masyarakat maritim dari berbagai wilayah dan etnis. Masyarakat maritim ini memiliki lagu-lagu daerah dan lagu-lagu nasional yang diciptakan sejak dulu sampai sekarang, yang mengekspresikan jiwa kemaritiman mereka.

 Penanaman nilai-nilai dan karakter kemaritiman sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia kepada generasi muda sejak usia dini sampai dewasa melalui tradisi lisan dan pengalaman yang diperoleh dari keikutsertaan dalam kegiatan. Melalui lagu-lagu daerah yang berkaitan dengan kemaritiman ini, kita dapat melihat gambaran kehidupan masyarakat maritim yang beraneka ragam. Melalui lagu-lagu ini pula, masyarakat menanamkan semangat dan jiwa kemaritiman kepada anak-anak dan generasi muda. Pembinaan karakter sebagai bangsa maritim yang kuat dan teguh dapat dilakukan melalui lagu yang sederhana dalam irama yang ringan dan mudah diikuti. Beberapa lagu pop yang menggambarkan kecintaan dan kekaguman pada keindahan laut juga ditulis oleh para musisi pada era setelah kemerdekaan. Pulau Madura ibarat kata “Madunya Nusantara”, yang manis-manis dan yang bermanfaat tentunya ada di pulau tersebut. Pulau Madura yang masyarakatnya termasuk dalam masyarakat maritime ini memiki lagu daerah yang sudah tidak asing lagi bagi semua orang.Lagu daerah yang berjudul “Tondu’ Majang” atau sering disebut “Tanduk Majeng” ini mempunyai makna yang dalam tentang karakter masyarakat Madura dalam melaksanakan kesehariannya sebagai nelayan. Kehidupan mereka sebagai nelayan sangat keras karena harus menghadapi bahaya di laut (atemmo bhabhaja). Untuk menghidupi keluarga, mereka harus berjuang di laut dengan mempertaruhkan nyawa (bhandha nyaba). Untuk memperoleh ikan yang banyak, mereka harus rela hidup di perahu dengan hempasan gelombang dan angin, ibaratnya mereka tidur berbantal ombak dan berselimut angin (abhantal omba’ sapo’ angen). Walau perjuangan di laut sangat keras, mereka selalu berharap dapat kembali berlayar ke Madura. Suku Madura adalah representasi masyarakat pesisir yang keras dan bermental baja. Masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya pada laut sangat berbeda dengan masyarakat pegunungan/pedalaman yang menggantungkan hidupnya pada tanah. Tanah adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan ditaklukkan oleh para petani pemiliknya, dengan uang. Tetapi laut adalah wilayah yang tidak dapat dibeli oleh nelayan. Laut bagi para nelayan adalah sama dengan tanah bagi para petani, dari segi kepentingannya sebagai tempat melakukan mata pencaharian. Tetapi laut memiliki tantangan yang lebih besar, membutuhkan daya dan semangat baja untuk menaklukkannya. Nelayan, ketika mereka bergerak ke laut, sekalipun telah tertanam di dalam hati tekad kuat untuk pulang ke rumah, tetap saja tidak dapat mengelakkan “kemarahan laut”, dan boleh jadi mereka tidak dapat pulang. Oleh karena itu, dalam lagu di atas, digambarkan betapa gembiranya keluarga nelayan melihat layar putih dari kejauhan. Pastilah itu, bapak, anak, dan handai taulan mereka yang telah pergi berhari-hari, kini pulang membawa seperahu penuh ikan-ikan segar. Sekalipun nelayan telah menganggap ombak laut dan angin laut sebagai “sahabat perjalanannya”, tetap saja tidak dapat menjinakkannya tatkala mereka “tidak bersahabat”. Oleh karenanya, pekerjaan sebagai nelayan adalah sebuah pertaruhan nyawa. Tetapi, sekalipun menjalani pekerjaan yang sangat beresiko, nelayan tidak pernah pensiun menjadi nelayan. Sebab laut pun tidak pernah “kehabisan isi” untuk dimanfaatkan oleh para nelayan. Tidak seperti tanah yang akan hilang kesuburannya apabila tidak diperlakukan dengan bijak, maka laut yang sungguh luas hampir tidak pernah kehabisan ikan dan kekayaan alamnya. Lirik Asli :
Tondu’ Majang Arti lirik lagu :
Tanduk (kekuatan/ kegigihan) Nelayan
Ngapote wak lajereh e tangaleh, 
Reng majeng tantona lah pade mole Mon e tengguh deri abid pajelennah, 
Mase benyak’ah onggu le ollenah 
Duuh mon ajelling odiknah oreng majengan, 
Abental ombek asapok angin salanjenggah 
Ole…olang, paraonah alajereh,
 Ole…olang, alajereh ka Madure 
Reng majeng bennya’ ongggu bebejenena,
 Kabileng alako bendhe nyabenah.
 Ole…olang, Paraonah alajereh, 
Ole…olang, Alajereh ka Madureh…
 Layar putih mulai kelihatan Nelayan (pencari ikan) tentulah sudah pada pulang Kalau dihitung dari lamanya perjalanan, Tentu sangat banyak perolehannya (ikan) Duuh kalau dilihat kehidupan pencari ikan (nelayan), Berbantal ombak berselimut angin selamanya (sepanjang malam) Ole… olang, perahunya berlayar, Ole… olang, berlayar ke Madura… Nelayan banyak sekali hambatannya (resiko) Dapat dikatakan bekerja bermodalkan nyawanya Ole… olang, perahunya mau berlayar, Ole… olang, berlayar ke Madura… 

KESIMPULAN Secara filosofis, lagu ini merupakan kiasan yang bermakna bahwa perjuangan orang Madura yang mayoritas nelayan, tidak peduli malam-malam, terik matahari, musim hujan, musim kemarau, angin kencang, dan ombak yg besar, mereka terus berjuang menangkap ikan untuk menghidupi keluarga mereka meskipun nyawa taruhannya. Dari hal tersebut kita dapat mengetahui bahwa lagu yang indah ternyata juga memiliki makna yang mendalam dan pelajaran yang tak ternilai harganya. Akhir kata, saya mengajak teman-teman sekalian, dimana kita sebagai generasi muda harus melestarikan lagu daerah,agar lagu tersebut tidak hilang dan dilupakan oleh masyarakat Indonesia sendiri nantinya.
source : http://madib.blog.unair.ac.id/ethnography-of-madura/makna-lagu-tanduk-majeng-di-madura/

0 komentar:

Posting Komentar